Salah satu karakter disiplin adalah kesadaran meletakkan atau menyimpan sesuatu pada tempatnya, termasuk diri. Setiap jenis kesadaran tentu tidak tumbuh mendadak, butuh proses panjang dan berkelanjutan, perlu belajar sejak dini. Oleh karena itu, teman-teman di SD AL-IRSYAD selalu berusaha menempatkan diri dalam antrian saat dihadapkan pada kondisi pemakaian fasilitas umum yang memang terbatas. Saat mengantri, seorang anak belajar pengendalian diri dan melatih kesadaran ruang sosial. Ia harus rela menempatkan diri di belakang seseorang yang lebih dulu datang meskipun ia sedang terburu-buru. Ia harus menghormati kepentingan banyak orang lain di depannya dibanding kepentingan pribadi walaupun mendesak.
Dari situ diharapkan tumbuh kesadaran yang lebih abstrak: menempatkan diri dalam fungsi sosial-kemasyarakatan. Banyak perilaku korup & dzalim di lingkungan kita terjadi akibat kegagalan subjeknya menempatkan diri pada posisi yang tepat. Misalnya, kepala desa ikut serta dalam lomba futsal 17-an, warga yang kebetulan menjadi lawannya tidak boleh membiarkan ia membawa bola dan mencetak gol tanpa dihalangi dengan alasan sungkan dan hormat. Warga harus mampu menempatkan diri sebagai lawan dari kepala desanya dalam semangat kompetisi. Contoh lain, seorang bos toko boleh saja menginginkan karyawannya patuh tanpa bertanya atau membantah atau kreatif membuat inisiatif sendiri. Tapi tentu saja ia tidak bisa menerapkan prinsip serupa dalam keluarga. Saat komunikasi dengan anak, ia harus mampu menekan ego dominasinya & lebih banyak berdialog, menempatkan diri sebagai pendengar keluh-kesah sang anak–tidak sebagai bos.
Oleh karena itu, mohon Ayah-Bunda tetap membantu Sholih-Sholihah buat belajar istiqomah mengantri saat kondisi di rumah/ruang bersama lainnya membutuhkan demikian. Bisa dimulai dengan memberi contoh, tentu saja. Ayo, semangat belajar bareng! Semoga istiqomah ya, Sholih-Sholihah!