Masa depan murid sering menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan. Sebagai seorang guru, saya sering bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas masa depan mereka? Kenapa guru begitu sering disalahkan atas kesalahan atau kegagalan murid? Ketika seorang murid tidak pintar, guru yang dianggap gagal. Ketika murid berperilaku buruk, guru lagi-lagi yang disalahkan. Seolah-olah semua masalah murid adalah tanggung jawab guru sepenuhnya. Apakah pandangan ini adil?

Saya teringat pada perkataan orang tua yang sering terdengar: “Kalau tidak sekolah, mau jadi apa?” Sebagai anak, saya dulu tidak memiliki jawaban atas pernyataan itu. Ketika saya masuk SMA dan memilih sekolah sendiri, saya mendengar komentar seperti ini: “Sekolah di mana saja, sama. Yang penting anaknya rajin. Kalau anaknya bagus, mau sekolah di mana pun tetap bagus.” Saat itu, saya menerima kalimat itu mentah-mentah. Saya berpikir bahwa masa depan saya sepenuhnya tergantung pada usaha diri saya sendiri, bukan pada sekolah. Namun, setelah saya bekerja sebagai guru, saya mulai mempertanyakan kebenaran pandangan tersebut. Apakah benar sekolah tidak berpengaruh? Apakah benar keberhasilan murid semata-mata tergantung pada dirinya sendiri?

Sebagai pendidik, saya menyadari bahwa guru memiliki tanggung jawab yang besar. Guru tidak hanya mengajar mata pelajaran, tetapi juga mendidik karakter murid, melatih keterampilan sosial, dan membimbing mereka menghadapi berbagai tantangan. Guru yang berkualitas dapat memberikan pengaruh positif yang besar dalam kehidupan murid. Namun, menganggap guru sebagai satu-satunya penentu masa depan murid adalah pandangan yang keliru.

Guru hanyalah salah satu bagian dari sistem pendidikan. Kualitas guru memang sangat penting, tetapi pendidikan adalah hasil dari banyak faktor yang saling berhubungan. Misalnya, peran orang tua di rumah juga sama pentingnya. Ketika guru melatih keterampilan dasar di sekolah, orang tua perlu memperkuat dan melanjutkan pelajaran tersebut di rumah. Tanpa dukungan dari orang tua, usaha guru sering kali tidak membuahkan hasil yang optimal.

Selain itu, pentingnya peran guru juga harus diimbangi dengan dukungan dari lingkungan sekolah secara keseluruhan. Sekolah yang memiliki fasilitas memadai, lingkungan yang aman, dan sistem yang mendukung pertumbuhan murid akan lebih mudah membantu murid mencapai potensi terbaik mereka.

Ketika berbicara tentang pendidikan, muncul pertanyaan lain yang tidak kalah penting: bagaimana memilih sekolah yang baik? Banyak orang beranggapan bahwa sekolah yang bagus adalah jalan pintas menuju masa depan yang cerah. Bahkan, ada yang berkata, “Kalau mau kuliah di universitas favorit, harus SMA-nya di SMA A.” atau “Kalau mau karier yang sukses, harus masuk universitas unggulan.”

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan sekolah yang bagus? Apakah sekolah bagus hanya dinilai dari nama besar, fasilitas, atau jumlah alumninya yang sukses? Bagi saya, sekolah yang bagus adalah sekolah yang mampu menyediakan guru berkualitas, kurikulum yang relevan, dan pengalaman belajar yang bermakna bagi murid. Sekolah yang baik juga harus memperhatikan perkembangan murid secara holistik—baik secara akademik, sosial, maupun emosional.

Satu hal yang sering dilupakan adalah pentingnya pendidikan usia dini. Banyak orang tua berpikir bahwa memikirkan masa depan anak saat mereka masih di usia dini terlalu cepat. Tetapi sebenarnya, usia dini adalah fase yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Di fase ini, keterampilan motorik, kognitif, bahasa, dan interaksi sosial anak mulai berkembang. Memilih sekolah yang baik sejak TK dapat membantu membentuk fondasi yang kuat untuk perkembangan anak di masa depan. Guru yang berkualitas di jenjang pendidikan dini dapat membantu menstimulasi kemampuan anak di berbagai aspek tersebut. Namun, sekali lagi, peran orang tua di rumah juga sangat penting dalam melengkapi peran guru.

Salah satu hal yang sering dilupakan adalah bahwa masa depan anak bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi merupakan hasil kolaborasi antara guru dan orang tua. Guru memiliki tanggung jawab untuk melatih dan menstimulasi murid di sekolah, sesuai dengan perkembangan mereka. Namun, pendidikan tidak berhenti di sekolah. Orang tua memiliki peran untuk mendukung, mengawasi, dan membimbing anak di rumah.

Misalnya, keterampilan seperti kemandirian, toilet training, interaksi sosial, dan penanaman karakter baik sangat bergantung pada dukungan orang tua. Tanpa sinergi antara guru dan orang tua, pendidikan anak tidak akan berjalan optimal. Sekolah hanya bisa memberikan sebagian dari apa yang anak butuhkan untuk masa depannya. Orang tua perlu melengkapi bagian yang tidak bisa diberikan oleh sekolah.

Jadi, siapa yang bertanggung jawab atas masa depan anak? Menurut saya, masa depan anak adalah hasil dari kolaborasi berbagai pihak, terutama guru, orang tua, dan lingkungan sekolah. Guru memiliki tanggung jawab untuk membimbing murid di sekolah, memberikan pengetahuan, dan membantu mereka mengembangkan keterampilan. Orang tua berperan sebagai pendukung utama di rumah, memastikan bahwa nilai-nilai yang diajarkan di sekolah diperkuat di rumah. Selain itu, pemilihan sekolah yang tepat juga memainkan peran penting dalam membentuk masa depan anak.

Masa depan anak bukan sepenuhnya tanggung jawab guru, tetapi guru adalah bagian penting dari perjalanan itu. Dengan kolaborasi yang baik antara guru dan orang tua, kita dapat memberikan peluang terbaik bagi anak-anak untuk mencapai potensi mereka dan meraih masa depan yang cerah. Seperti pepatah mengatakan, “It takes a village to raise a child.” Masa depan anak bukanlah tanggung jawab satu pihak saja, melainkan kerja sama dari banyak pihak yang peduli.